Jumat, 15 April 2011

Privasi

PRIVASI

A.Pengertian Privasi
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986). Menurut Altman (1975), privasi adalah proses pengontrolan yang selekif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.
Menurut Wetin (dalam Altman, 1975; Wrightman & Deaux, 1981), menjadi privasi ada empat macam, yaitu solitude, intimacy, anonymity, dan reserve. Dalam kondisi solitude, seseorang ingin menyendiri dan bebas dari pengamatan orang lain. Intimacy ialah keadaan seseorang yang bersama orang lain namun bebas dari pihak-pihak lain. Anonymity adalah keadaan seseorang yang menginginkan untuk dikenal oleh pihak lain, sekalipun ia berada di dalam suatu keramaian umum. Reserve adalah keadaan seseorang yang menggunakan pembatas psikologis untuk mengontrol gangguan yang tidak dikehendaki.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.

B.Faktor Pengaruh Privasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional dan faktor budaya.
Faktor Personal. Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan latar belakng pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Dalam hubungan privasi , subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.
Faktor Situasional. Beberapa hasil penelitian privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya di dalam suatu rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah. Seting rumah berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga di sekitar rumah.
Faktor Budaya. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak diketemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987). Tidak terdapat keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukan variasi yang besar dalam jumlah privasi yang dimiliki anggotanya.

C.Pengaruh Privasi Terhadap Perilaku
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosialnya. Bila seseorang mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya, maka ia akan mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri sendiri tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kita akan memberikan informasi yang negatif tentang kompentensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi Sarwono, 1992).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Suatu penelitian tentang desain rumah menunjukkan bahwa pembatas yang menghalangi pandangan orang lain akan mengurangi pengaruh orang tersebut, sementara pembatas yang tidak menutupi pandangan (misalnya panel tembus pandang) tidak mengurangi pengaruh orang lain (Fisher dkk., 1984).

D.Privasi dalam Konteks Budaya
Menurut Altman (1975), “ruang keluarga” didalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai untuk ruang berinteraksi secara terbatas atau sebaliknya secara berlebihan.
Oleh karena itu, untuk mencapai privasi yang berbeda kita harus pergi ke suatu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat. Prinsip ini telah dipakai oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah, dinding dapat dipindah-pindahkan ke luar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama kemungkinan dapat difungsikan untuk tempat makan, tempat tidur, dan interaksi sosial dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah diubah-ubah adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap perubahan kebutuhan privasi.



Sumber : Hendro Prabowo. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar