Jakarta (ANTARA News) - Tidak ada satu obat pun yang telah ditemukan dapat menyembuhkan anak dengan gangguan spektrum autistik, namun pemakaian obat-obatan psikotropik membuktikan adanya perbaikan perilaku dengan tingkat respon sebesar 48-56 persen.

"Obat psikotropika tersebut seperti antipsikotik atipikal, antidepresan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor), dan psikostimulan," kata psikiater dari Ilmu Kedokteran Jiwa FK UI, Dr Tjhin Wiguna pada Expo Peduli autisme 2010 di Jakarta, Sabtu.

Gangguan spektrum autistik, urainya, merupakan bagian dari gangguan perkembangan yang ditandai terganggunya aspek interaksi dua arah, komunikasi dan adanya perilaku terbatas yang berulang, serta sering menunjukkan perilaku agresif, hiperaktif, atau reaksi marah yang meluap.

Menurut dia, pada anak dengan gangguan autis seperti itu seringkali dijumpai adanya ketidakseimbangan dari neurotransmiter dopamin, epinefrin, atau nor-epinefrin yang memegang peranan besar terhadap timbulnya kesulitan konsentrasi, hiperaktif, kewaspadaan dan kegelisahan yang berlebihan.

"US Food and Drug Administration sudah menyetujui pemberian risperidon dan aripripazole untuk digunakan pada anak autis. Obat itu termasuk dalam golongan obat antipsikotik atipikal yang bekerja pada reseptor dopamin dan serotonin, dan mampu meringankan perilaku agresif dan luapan emosi meledak-ledak," katanya.

Dalam penelitian menunjukkan pemberian risperidon selama 24 minggu efektif mengatasi masalah perilaku anak autis, ujarnya, demikian pula aripripazole dengan rentang dosis 5-15 mg per hari selama delapan minggu menunjukkan perbaikan perilaku hiperaktif dan penarikan diri dibanding dengan kelompok anak yang tidak mendapat obat tersebut.

Pemberian metilfendiat yang merupakan obat golongan psikostimulan umumnya juga digunakan untuk anak dengan gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktif serta mengurangi gejala impulsif, ujarnya.

"Meskipun pemberian obat-obat golongan ini meningkat dari tahun ke tahun karena adanya perbaikan perilaku, anak dengan gangguan spektrum autistik mungkin tidak memberi respon yang sama dengan pemberian obat yang sama. Sehingga orangtua harus bekerja sama dengan dokter berhubung anak yang mendapat obat harus dimonitor secara ketat sehingga setiap perubahan dapat diambil tindakan yang tepat," katanya.

Autisme awalnya belum banyak diketahui dan ada yang menyebutnya sebagai penyakit jiwa, anak idiot, sekedar anak nakal tidak disiplin, hingga terasuki roh halus, namun secara umum autisme memiliki gejala tertentu yang sama yakni tak bisa bersosialisasi, berkomunikasi, tak peduli lingkungan, tertawa atau bicara sendiri, serta asik dalam dunianya.

Pada tahun 1980-an kasus autisme mulai merebak di seluruh dunia dan kini diperkirakan mempunyai angka kejadian 20 anak per 10.000 atau lebih banyak lagi, ujarnya.

(T.D009/N001/R009)