Rabu, 09 Januari 2013

Terapi Psikologi Pasca Gempa

TUGAS SOFTSKILL SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI (SOSIAL)
"Terapi Pasca Gempa"

Penyusun (Kelompok 5) / Kelas: 4PA02
Ires Dwi Iftitah (14509916)
Iqbal Ahsan (12509383)
Kartika Adhyatiningdiah (10508117)
Linota D.M (11509974)
Siti Wulan Widya Aryani (10508213)

Dosen: Dr. Asep Juarna

A. Definisi Gempa Bumi
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada  gempa bumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif. Gempa bumi merupakan gejala alam yang membawa kerusakan dan kehancuran bagi lingkungan dan makhluk hidup, sehingga gejala alam tersebut menjadi suatu bencana. Diperkirakan gempa terjadi di dunia 400 – 500 kali dalam setahun dan di Indonesia sekitar 40 – 50 kali dalam setahun.
B. Macam-Macam Gempa Bumi
  1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
  2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
C. Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
D. Usaha Penanggulangan Gempa
Jika gempa bumi   menguncang   secara   tiba-tiba,  berikut   ini   10   petunjuk   yang   dapat   dijadikan pegangan dimanapun kita berada:
  • Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah meja untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
  • Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.
  • Di luar rumah
Lindungi kepala anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau apapun yang anda bawa.
  • Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau satpam.
  • Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.
  • Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
  • Di dalam mobil
Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
·       Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda- tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
·       Beri pertolongan
Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada di sekitar anda.
  • Dengarkan informasi
Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas.
E. Penyakit Kejiwaan Yang Dialami Saat Gempa
Gempa bumi termasuk salah satu bencana alam tak terduga yang bersifat menghancurkan. Orang-orang pun takut akan terluka bahkan sampai meninggal. Terpisah dengan keluarga atau terjebak di reruntuhan bangunan juga menjadi teror setiap orang.
Setelah bencana, korban cenderung lebih sensitif terhadap apa yang ada di sekelilingnya. Ingatan, suara, bau, sensasi, dan perasaan dalam hati akan selalu membuat mereka terngiang akan bencana alam yang meskipun sudah lama berlalu. Trauma tersebut bahka bisa menghancurkan mental, pandangan, dan reaksi emosional korban.
Seperti yang dilansir dari nctsn.org, ingatan umum tentang retakan di dinding, suara reruntuhan, bangunan yang dihancurkan, bau api dan asap, pemakaman, sampai berita di televisi akan tetap menghantui korban yang trauma. Penelitian tentang efek bencana alam pun menemukan beberapa dampak psikologis yang biasa dialami oleh para korban. Mereka yang pernah menjadi korban bencana alam dan kehilangan anggora keluarga akan mengalami trauma dan kesedihan yang sangat mendalam. Kecemasan yang dialami anak-anak dan remaja bisa sangat beragam akibat bencana alam. Depresi, yang dikaitkan dengan trauma, sering ditemukan pada korban gempa bumi besar. Masalah lain yang muncul setelah gempa bumi biasanya adalah urusan pernikahan, penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku agresif, keluhan tentang kesehatan fisik. Misalnya sakit kepala, sakit perut, detak jantung cepat, sesak napas, dan masalah pencernaan. Anak-anak dan remaja kehilangan kepercayaan pada jaminan keamanan di dunia dan kemampuan orang dewasa dalam melindungi mereka.
Di balik dampak psikologis dari gempa bumi yang mengerikan tersebut, tentunya ada layanan terapi yang bisa diberikan pada korban untuk membantu mereka pulih dari mimpi buruknya.
F. Bantuan Psikolog Saat Gempa
Berdasarkan hal tersebut, maka ada tim Psikologi PKPU berusaha menghimpun segenap data yang ada dan melakukan kegiatan terapi psikologi langsung dilapangan untuk dapat membantu masyarakat. Diharapkan dengan adanya tim psikologi ini dapat lebih bermanfaat.
Para psikolog  meng-identifikasi masalah tersebut dan  berdasarkan tingkatan usia:
1. Dewasa. Masih adanya trauma terhadap tsunami dan gempa, trauma atas kehilangan keluarga dan orang−orang yang dicintai, situasi tempat tinggal (tenda) dimana kondisinya tidak nyaman, kepanasan, bocor dan banjir jika hujan, ruangan yang kecil dan berdesakan karena banyaknya jumlah pengungsi dalam satu tenda, ketidakjelasan pekerjaan/ kegiatan, ketidakjelasan rumah tinggal permanent dari pemerintah, kebutuhan akan modal usaha, dan adanya kebiasaan hidup yang salah.
2. Remaja. Masih adanya trauma terhadap tsunami dan gempa, trauma atas kehilangan keluarga dan orang−orang yang dicintai, masalah pergaulan yang cukup bebas, proses pencarian jati diri, kurangnya kegiatan yang bermanfaat, melemahnya daya ingat pasca bencana gempa dan tsunami
3. Anak−anak. Melemahnya motivasi belajar, butuh figuritas, butuh kegiatan yang islami dan bermanfaat, kurangnya perhatian dan kasih sayang, ketakutan berpisah dari keluarganya yang masih hidup.

Untuk itu kegiatan yang dilakukan tim Psikolog yakni melakukan pemecahan masalah dengan kegiatan penanganan trauma dengan langkah−langkah rehabilitatif yang terbagi berdasarkan tingkat usia, sebagai berikut:
1. Usia dewasa dengan melakukan terapi kelompok, melakukan terapi religi, dan penyuluhan tentang kesehtan jiwa ke tenda−tenda kamp pengungsian.
2. usia remaja dengan melakukan terapi kelompok, melakukan terapi religi, melakukan konseling kelompok, monitoring sex education, dan mentoring tentang kesehatan jiwa.
3. usia anak−anak dibawah usia 10 tahun dengan terapi bermain serta pengenalan terhadap rasa kehilangan.
          



 Sumber: http://www.pkpu.or.id/news/tim-psikologi-pkpu-lakukan-penanganan-trauma-di-pengungsian











Kamis, 12 Januari 2012

Kecanduan Internet

Bagaimana yang disebut sebagai adiktif internet dan komputer? Bagaimana pula yang disebut dengan menggunakan komputer yang sehat? Dan juga bagaimana dampak penggunaan yang tidak sehat? Tidaklah mudah untuk menentukan jawaban dari pertanyaan diatas karena perbedaan kepentingan setiap individu dalam penggunaan internet tidaklah sama. Menghabiskan banyak waktu di depan komputer dan internet, bagi beberapa orang tidak menjadi masalah, akan tetapi bila muncul-muncul permasalahan yang berlanjut dalam kehidupan nyata selama penggunaan komputer dan internet secara berlebihan maka kemungkinannya ada gangguan adiktif. Bila permasalahan nyata dalam kehidupan muncul seperti terjadi penolakan dari orang lain, pekerjaan, atau hal lain dalam tugas-tugas, atau menjadi ketidakseimbangan antara kehidupan nyata maka dapat dipastikan individu seperti ini mengalami perilaku kencanduan kompulsif terhadap komputer dan internet.
Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet meliputi segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial, email, pornografi, judi online, game online, chatting dan lain-lain. Jenis gangguan ini memang tidak tercantum pada manual diagnostik dan statistik gangguan mental, atau yang biasa disebut dengan DSM, namun secara bentuk dikatakan dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi, selain itu badan himpunan psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk gangguan.
Internet bukanlah sebuah bencana, sebaliknya, jelas internet telah membantu proses pencerdasan bangsa, mengubah dunia menjadi sebuah kampung kecil, dimana jarak dan waktu tidak lagi menghambat penyebaran informasi. Komunikasi antar manusia, walau jauh jaraknya, kini dengan adanya berbagai jejaring sosial telah memudahkan interaksi. Internet telah menjadikan dunia penuh dengan kemajuan, di desa dan di pelosok terdalam sekalipun dapat mengikuti setiap detik perkembangan dunia, pemerataan informasi dan pengetahuan semakin dirasakan nyata.
Kembali pada apa yang dilakukan seseorang dalam menggunakan teknologi ini, apakah bermanfaat atau tidak? apakah baik atau buruk? Perbandingannya, sebagai contoh, seperti ketika seseorang menghabiskan 24 jam nonstop, online demi mencari bahan untuk tugas akhir kuliahnya atau informasi bisnis atau mungkin juga melakukan promosi toko online yang dimilikinya, secara logika hal tersebut tidaklah ada salahnya, karena jelas pengunaannya bermanfaat sesuai dengan tujuan dan pekerjaannya. Namun, jika seseorang menghabiskan waktu untuk online untuk sekedar browsing selama 24 jam nonstop, sekedar saja, sekedar menonton video porno, sekedar main judi online, sekedar memainkan game online, sekedar kesenangan tak bermanfaat, kemudian meninggalkan tanggung jawabnya di dunia non-maya dan tidak memiliki tujuan yang penting dan berarti, maka ini diindikasikan sebagai gangguan atau sakit.
Segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, kebiasaan berinternet yang sehat adalah dengan menyesuaikan jadwal dan juga kepentingan, serta tidak melupakan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing individu. Walau kini dunia maya selalu saja menghadirkan inovasi-inovasi terbaru, yang mana memungkinkan mereka yang tidak memiliki depresi berat, kecemasan atau gangguan sosial untuk ketagihan melakukan kegiatan dalam dunia maya, dengan demikian kebijaksanaan sebagai pengguna adalah dibutuhkan untuk mengimbanginya.
Banyak sekali manfaat yang telah diberikan internet kepada manusia, banyak pengetahuan dan juga informasi disini yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan demikian maka kebijaksanaan seseorang untuk menggunakan teknologi itu sendiri yang harus terus dikembangkan, sehingga tujuan awal dari penciptaan teknologi yaitu guna mempermudah dan meningkatkan kualitas hidup manusia dapat benar-benar terwujud dikemudian hari.


REFERENSI:
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/09/04/11040257/kecanduan.internet.ikut.rehabilitasi.saja
http://www.psikologizone.com/bentuk-kecanduan-komputer-dan-internet-bagian-1/06511307

Rabu, 04 Januari 2012

Bentuk Kecanduan Komputer dan Internet

Bagaimana yang disebut sebagai adiktif internet dan komputer? Bagaimana pula yang disebut dengan menggunakan komputer yang sehat? Dan juga bagaimana dampak penggunaan yang tidak sehat? Tidaklah mudah untuk menentukan jawaban dari pertanyaan diatas karena perbedaan kepentingan setiap individu dalam penggunaan internet tidaklah sama. Menghabiskan banyak waktu di depan komputer dan internet, bagi beberapa orang tidak menjadi masalah, akan tetapi bila muncul-muncul permasalahan yang berlanjut dalam kehidupan nyata selama penggunaan komputer dan internet secara berlebihan maka kemungkinannya ada gangguan adiktif. Bila permasalahan nyata dalam kehidupan muncul seperti terjadi penolakan dari orang lain, pekerjaan, atau hal lain dalam tugas-tugas, atau menjadi ketidakseimbangan antara kehidupan nyata maka dapat dipastikan individu seperti ini mengalami perilaku kencanduan kompulsif terhadap komputer dan internet.
Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet meliputi segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial, email, pornografi, judi online, game online, chatting dan lain-lain. Jenis gangguan ini memang tidak tercantum pada manual diagnostik dan statistik gangguan mental, atau yang biasa disebut dengan DSM, namun secara bentuk dikatakan dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi, selain itu badan himpunan psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk gangguan.
Internet bukanlah sebuah bencana, sebaliknya, jelas internet telah membantu proses pencerdasan bangsa, mengubah dunia menjadi sebuah kampung kecil, dimana jarak dan waktu tidak lagi menghambat penyebaran informasi. Komunikasi antar manusia, walau jauh jaraknya, kini dengan adanya berbagai jejaring sosial telah memudahkan interaksi. Internet telah menjadikan dunia penuh dengan kemajuan, di desa dan di pelosok terdalam sekalipun dapat mengikuti setiap detik perkembangan dunia, pemerataan informasi dan pengetahuan semakin dirasakan nyata.
Kembali pada apa yang dilakukan seseorang dalam menggunakan teknologi ini, apakah bermanfaat atau tidak? apakah baik atau buruk? Perbandingannya, sebagai contoh, seperti ketika seseorang menghabiskan 24 jam nonstop, online demi mencari bahan untuk tugas akhir kuliahnya atau informasi bisnis atau mungkin juga melakukan promosi toko online yang dimilikinya, secara logika hal tersebut tidaklah ada salahnya, karena jelas pengunaannya bermanfaat sesuai dengan tujuan dan pekerjaannya. Namun, jika seseorang menghabiskan waktu untuk online untuk sekedar browsing selama 24 jam nonstop, sekedar saja, sekedar menonton video porno, sekedar main judi online, sekedar memainkan game online, sekedar kesenangan tak bermanfaat, kemudian meninggalkan tanggung jawabnya di dunia non-maya dan tidak memiliki tujuan yang penting dan berarti, maka ini diindikasikan sebagai gangguan atau sakit.
Segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, kebiasaan berinternet yang sehat adalah dengan menyesuaikan jadwal dan juga kepentingan, serta tidak melupakan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing individu. Walau kini dunia maya selalu saja menghadirkan inovasi-inovasi terbaru, yang mana memungkinkan mereka yang tidak memiliki depresi berat, kecemasan atau gangguan sosial untuk ketagihan melakukan kegiatan dalam dunia maya, dengan demikian kebijaksanaan sebagai pengguna adalah dibutuhkan untuk mengimbanginya.
Banyak sekali manfaat yang telah diberikan internet kepada manusia, banyak pengetahuan dan juga informasi disini yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan demikian maka kebijaksanaan seseorang untuk menggunakan teknologi itu sendiri yang harus terus dikembangkan, sehingga tujuan awal dari penciptaan teknologi yaitu guna mempermudah dan meningkatkan kualitas hidup manusia dapat benar-benar terwujud dikemudian hari.


sumber artikel: http://kesehatan.kompas.com/read/2009/09/04/11040257/kecanduan.internet.ikut.rehabilitasi.saja
http://www.psikologizone.com/bentuk-kecanduan-komputer-dan-internet-bagian-1/06511307

Jumat, 15 April 2011

Stres

Stres

A.Pengertian Stres
Istilah stres dikemukan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Stres tidak saja kondisi yang menekan seseorang atau keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antar ketiganya

(Prawitasari, 1989). Sarafino (1994) mencoba mengkonseptualsasikan ke dalam tiga pendekatan, yaitu stimulus, respon, dan proses.
a)Stimulus
Kita dapat mengetahui hal ini dari pilihan seseorang terhadap sumber atau penyebab ketegangan berupa keadaan atau situasi dan peristiwa tertentu. Keadaan dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stresor.
b)Respons
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis. Komponen psikologis berupa perilaku, pola pikir, dan emosi. Komponen fisiologis berupa detak jantung,keringat, dan sakit perut. Kedua respon tersebut dengan strain atau ketegangan.
c)Proses
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu dimensi hubungan antara manusia dan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami bagaimana orang lain merasakannya.

B.Model Stres
Cox (dalam Crider dkk., 1983) mengemukakan tiga model pendekatan stres, yaitu Respon-based model, Stimulus-based model, dan Interactional model.
1)Respon-based Model
Stres model ini merupakan sebagai kelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Model ini mencoba untuk mengidentifikasikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan sulit. Suatu pola atau sekelompok dari respon disebut sebuah sindrom. Pusat perhatian dari model ini adalah sebagaimana stresor yang berasal dari peristiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stres yang lama.
2)Stimulus-based Model
stres model ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimulus stres. Tiga karakteristik dari stimulus stres adalah overload, conflict, dan uncontrollability. Overload adalah karakteristik ini dapat diukur ketika sebuah stimulus datang secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi. Conflict diukur ketika sebuah stimulus secara simultan membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian. Situasi-situasi bersifat ambigu, dalam arti stimulus tidak diperhitungkan kecenderungan respon yang wajar. Uncontrollabiality adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan yang bebas pada perliaku dimana pada situasi ini menunjukkan tingkat stress yang tinggi.
3)Interactional Model
Model ini merupakan perpaduan dari respon-based model dan stimulus-based model. Ini mengingatkan bahwa dua model terdahulu membutuhkan tambahan informasi mengenai motif-motif individual dan kemampuan mengatasi. Pendekatan interaksional beranggapan bahwa keseluruhan pengalaman stres dalam beberapa situasi akan tergantung pada keseimbangan antara stresor, tuntutan dan kemampuan mencoping. Stres dapat menjadi tinggi apabila ada ketidakseimbangan antara dua faktor, yaitu ketika tuntutan melampaui kemampuan mengcoping. Stres dapat menjadi rendah apabila kemampuan coping melebihi tuntutan.

C.Jenis Stres
Holahan (1981) menyebutkan jenis stres yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress. Systemic stress didefinisikan oleh Selye (dalam Holahan, 1981) sebagai respon non spesifik dari terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Ia menyebut kondisi-kondisi pada lingkungan yang menghasilkan stres, misalnya racun kimia sebagai stresor. Psychological stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya (Lazarus dalam Holahan, 1981).
Sebuah situasi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan, dan seterusnya (dalam Heimstra dan Farlling, 1978). Hasil penelitian dari Levy dkk. (1984) ditemukan bahwa stres dapat ditimbulkan dari kondisi-kondisi yang bermacam-macam, seperti di tempat kerja, di lingkungan fisik dan kondisi sosial. Stres yang timbul dari kondisi sosial bisa saja dari lingkungan rumah, sekolah maupun tempat kerja.

D.Stres lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stres dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu dan cara penyesuaiannya pun bermacam-macam tiap masing-masing individu.
Pengandaian kedua adalah bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stres psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan, misalnya perkantoran, status, anggapan tentang control, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak.
Fontana (1989) menyebutkan bahwa stres lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang ribut dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga.

Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mengartikan stres lingkungan dalam tiga faktor, yaitu :
1.Stresor fisik (misalnya suara)
2.Penerimaan individu terhadap stresor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor)
3.Dampak stresor pada organism (dampak fisiologi)
Fontana (1989) menyebutkan bahwa sumber utama dari stres di dalam dan di sekitar rumah adalah sebagai berikut :
1.Stres karena teman kerja (partner)
2.Stres karena anak-anak
3.Stres karena pengaturan tempat tinggal setempat
4.Tekanan-tekanan lingkungan

E.Peran Stres dalam Memahami Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995), stres dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan ketemu dengan stresor, menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kita berhasil atau gagal dalam beradaptasi.
Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Bahkan suatu stres terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individual dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di pihak lain, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang bergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Kita akan mencoba menguraikan kondisi-kondisi dimana hal tersebut akan terjadi mencermatinya pada individu-individu yang dipengaruhi. Pada akhirnya kita dapat menyarankan cara-cara pencegahan terhadap stres dan pengaruh yang merugikan. Sehingga kedua hal tersebut dapat diasumsikan untuk dapat kita hindari.



Sumber : Hendro Prabowo. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma

Privasi

PRIVASI

A.Pengertian Privasi
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986). Menurut Altman (1975), privasi adalah proses pengontrolan yang selekif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.
Menurut Wetin (dalam Altman, 1975; Wrightman & Deaux, 1981), menjadi privasi ada empat macam, yaitu solitude, intimacy, anonymity, dan reserve. Dalam kondisi solitude, seseorang ingin menyendiri dan bebas dari pengamatan orang lain. Intimacy ialah keadaan seseorang yang bersama orang lain namun bebas dari pihak-pihak lain. Anonymity adalah keadaan seseorang yang menginginkan untuk dikenal oleh pihak lain, sekalipun ia berada di dalam suatu keramaian umum. Reserve adalah keadaan seseorang yang menggunakan pembatas psikologis untuk mengontrol gangguan yang tidak dikehendaki.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.

B.Faktor Pengaruh Privasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional dan faktor budaya.
Faktor Personal. Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan latar belakng pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Dalam hubungan privasi , subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.
Faktor Situasional. Beberapa hasil penelitian privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya di dalam suatu rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah. Seting rumah berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga di sekitar rumah.
Faktor Budaya. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak diketemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987). Tidak terdapat keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukan variasi yang besar dalam jumlah privasi yang dimiliki anggotanya.

C.Pengaruh Privasi Terhadap Perilaku
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosialnya. Bila seseorang mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya, maka ia akan mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri sendiri tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kita akan memberikan informasi yang negatif tentang kompentensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi Sarwono, 1992).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Suatu penelitian tentang desain rumah menunjukkan bahwa pembatas yang menghalangi pandangan orang lain akan mengurangi pengaruh orang tersebut, sementara pembatas yang tidak menutupi pandangan (misalnya panel tembus pandang) tidak mengurangi pengaruh orang lain (Fisher dkk., 1984).

D.Privasi dalam Konteks Budaya
Menurut Altman (1975), “ruang keluarga” didalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai untuk ruang berinteraksi secara terbatas atau sebaliknya secara berlebihan.
Oleh karena itu, untuk mencapai privasi yang berbeda kita harus pergi ke suatu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat. Prinsip ini telah dipakai oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah, dinding dapat dipindah-pindahkan ke luar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama kemungkinan dapat difungsikan untuk tempat makan, tempat tidur, dan interaksi sosial dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah diubah-ubah adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap perubahan kebutuhan privasi.



Sumber : Hendro Prabowo. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma

Teritorialitas

TERITORIALITAS

A.Pengertian Teritorialitas
Holahan (dalam iskandar,1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri kepemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Menurut Altman (1975), penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer.

B.Elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorial, yaitu :
1)Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2)Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3)Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
4)Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan tiga kumpulan tingkat spasial yang saling terkait satu sama lain :
1)Personal Space, yang telah dibahas di ruang personal
2)Home Base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif, misalnya rumah tinggal atau lingkungan rumah tinggal
3)Home Range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan seseorang

Sementara itu, Altman membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu :
1.Teritorial Primer
Jenis teritorial ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus oleh pemiliknya. Pelanggaran terhadap territorial ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya. Contohnya adalah ruang kerja, ruang tidur, pekarangan, wilayah Negara, dan sebagainya.


2.Teritorial Sekunder
Jenis teritorial ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Teritorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi-publik. Contohnya toilet, zona servis, sirkulasi lalu lintas di dalam kantor, dan sebagainya.

3.Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada. Teritorial ini dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Contoh dari teritori ini adalah gedung bioskop, ruang kuliah, taman kota, tempat duduk.

Berdasarkan pemakaiannya, territorial umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam jangka waktu tertentu. Contohnya adalah kamar-kamar di hotel, lapangan tenis. Kontrol terhadap stalls terjadi pada saat penggunaan saja dan akan berhenti pada saat penggunaan waktu habis.
b.Turns mirip dengan stalls, hanya berbeda dalam jangka waktunya saja. Turns dipakai orang dalam waktu yang singkat, misalnya tempat antrian karcis, antrian bensin, dan sebagainya.
c.Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang diamati seseorang. Contohnya adalah seseorang yang sedang mengamati lukisan dalam suatu pameran lukisan, maka ruang antara objek lukisan dengan orang yang sedang mengamatinya adalah “use space” atau ruang terpakai yang dimiliki orang tersebut tidak dapat diganggu gugat selama orang tersebut masih mengamati lukisan tersebut.


C.Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Smith (dalam Gifford, 1987) yang melakukan studi tentang penggunaan pantai orang-orang Perancis dan Jerman. Studi ini memiliki pola yang sama dengan studi lebih awal di Amerika, sebagaimana yang dilakukan Edney dan Jordan-Edney (dalam Gifford, 1987). Hasil kedua penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pantai antara orang perancis, orang Jerman dan orang Amerika membuktikan sesuatu yang kontras. Smith menemukan bahwa dari ketiga budaya ini memiliki persamaan dalam respek. Kelompok yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, menuntut ruang yang lebih kecil, dimana wanita menuntu ruang yang lebih kecil dibandingkan pria. Sedangkan untuk respek, mereka memiliki kesulitan dengan konsep teritorialitas yang mengatakan bahwa “pantai untuk semua orang”. Orang Jerman lebih banyak membuat tanda dengan membuat penghalang benteng pasir yang merupakan tanda yang disediakan untuk kelompok tertentu.
Orang Jerman lebih sering menuntut teritori yang lebih besar sekali, tetapi dari ketiga budaya tersebut secara individu menandai teritorial dalam bentuk elips dan secara kelompok dalam bentuk lingkaran.



Sumber : Hendro Prabowo. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma

Selasa, 22 Maret 2011

Minggu ke-8: RUANG PERSONAL

Ruang Personal

A. Pengertian Ruang Personal

Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973. Personal space atau ruang personal merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka dan jarak sosial antara satu dengan yang lain.
Menurut Sommer (dalam Altman, 1975), ruang personal adalah daerah sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak atau daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang dan terkadang menarik diri.
Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona yang meliputi jarak intim, jarak personal, jarak sosial dan jarak publik. Kemudian kajian ini dikenal dengan istilah Prosemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi (dalam Altman, 1975).
Pertama, jarak intim adalah jarak yang dekat dengan jarak 0-18 inchi.Menurut Hall pada jarak intim ini kemunculan orang lain menjadi jelas dan mungkin lebih besar karena sangat meningkatnya masukan panca indera. Hall mengatakan jarak intim ini sebagai jarak yang biasanya diperuntukkan kepada “intimate lovers” (pasangan kekasih yang sudah sangat intim). Jika zona ini menyenangkan dalam situasi, yaitu ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang dicintainya, mungkin akan terjadi tidak menyenangkan dalam situasi yang lain.
Hal ini mungkin juga sebagai tanda bahwa mereka menyadari telah saling melanggar “jarak kedekatan” (inmate distance), tetapi berusaha berbuat yang terbaik untuk menghindari interaksi yang tidak pantas.
Zona yang kedua adalah personal distance (jarak pribadi) yang memiliki jara antara 1,5 – 4 kaki. Jarak ini adalah karakteristik kerenggangan yang biasa dipakai individu satu sama lain. Gangguan luar ini menjadi tidak menyenangkan. Jarak pribadi ini mengenal dua fase, yaitu fase dekat (1,5 – 2,5) dan fase jauh (2,5 – 4 kaki). Pada fase dekat masih memungkinkan banyak sekali pertukaran sentuhan, bau, pandangan dan syarat-syarat lainnya. Meski tidak sebanyak pada inmate distance. Otot-otot, wajah, pori-pori, dan rambut wajah masih tampak, sama halnya pada intimate zone.
Pada fase jauh yang meliputi jarak 2,5 – 4 kaki, jaraknya dapat memanjang sampai jarak dimana masing-masing orang dapat saling bersentuhan dengan mengulurkan tangan. Pada jarak ini komunikasi halus (fine grain communication) masih dapat diamati, termasuk warna rambut, tekstur kulit dan roman muka.
Daerah ketiga adalah jarak sosial (social distance) yang mempunyai jarak 4-25 kaki dan merupakan jarak-jarak normal yang memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian di suatu kantor terbukti bahwa susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun ternyata secara tak disengaja berdasarkan pada zona jarak sosial.
Fase ketiga adalah fase jauh atau dalam jarak 7-12 kaki, seringkali lebih formal, dimana pengamatan visual secara terperinci seringkali terlewatkan, meskipun seluruh tubuh orang lain dapat mudah dilihat. Panas tubuh, sentuhan dan bau biasanya tidak lagi ada pada jarak ini.Daerah yang keempat adalah zona publik, yaitu pada jarak 12-25 kaki atau jarak-jarak dimana isyarat-isyarat komunikasi lebih sedikit dibandingkan dengan daerah-daerah terdahulu. Jarak ini secara khusus disediakan untuk situasi-situasi formal atau pembicaraan umum atau orang-orang yang berstatus lebih tinggi, misalnya dalam kelas.

B. Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Hall (dalam Altman, 1976) mengamati bahwa norma dan adat istiadat dari kelompok budaya dan etnik yang berbeda akan tercermin dari penggunaan ruangnya. Hall menggambarkan secara kualitatif bagaimana anggota dari bermacam-macam kelompok budaya tersebut memiliki kebiasaan spasial yang berbeda.
Watson (dalam Gifford, 1987) menegaskan bahwa budaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu budaya kontak dan budaya non kontak. Suatu studi menemukan pada siswa-siswa dari budaya kontak (Amerika Latin, Spanyol dan Maroko) duduk berjauhan satu sama yang lain daripada kebudayaan non kontak (Amerika). Hall (dalam Altman,1976) menggambarkan budaya Arab memiliki pengindraan yang tinggi, dimana orang-orang berinteraksi dengan sangat dekat. Kebudayaan Arab (juga Mediterania dan Latin) cenderung berorientasi kepada “kontak” dibandingkan Eropa Barat dan kebudayaan Barat. Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman dan panas tubuh tampaknya merupakan hal yang lazim dalam “budaya kontak”.
Hall (dalam Altman, 1976) mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal ini diduga merupakan terhadap populasi yang padat. Pengaturan taman, pemandangan alam dan bengkel kerja merupakan bentuk dari kreatifitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi dan saling mempengaruhi di antara semua rasa yang ada, menunjukkan pentingnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

Sumber : Hendro Prabowo. 1991. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma