Selasa, 22 Maret 2011

Minggu ke-7: KESESAKAN

KESESAKAN

a. Pengertian Kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan.

Kepadatan yang tinggi mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan,1982). Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor :
a) Karakteristik seting fisik
b) Karakteristik seting sosial
c) Karakteristik personal
d) Karakteristik beradaptasi

Stokols (dalam Altman,1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) yaitu dimana factor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula dating dari kehadiran prang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan mokiler dan molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan mokuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.

Morris (dalam Iskandar, 1990) member pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran meter persegi setiap orang menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

B. Teori-teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilaku, dan teori ekologi (Bell dkk,1978; Holahan, 1982). Teori beban stimulus mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya, sehingga timbul kegagalan memproses sstimulus atau informasi dari lingkungan.

Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan, jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat, suatu percakapan yang tidak dikehendaki, terlalu banyak mitra interaksi, dan interaksi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama.

Teori ekologi
Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori berdasarkan atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.

Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondis lain yang berhubungan dengannya membatasi aktifitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis (psychological reactane) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai faktor pendorong yang penting dalam persepsi dan perlilaku manusia.

Menurut teori kendala perilaku, bila timbul gangguan terhadap kebebasan perilaku, maka orang akan cenderung untuk membentuk semacam sikap penolakan psikologis.Individu akan mengatasi situasi yang berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan-hambatan terhadap perilaku secara kognitif maupun tercetus dalam perilaku, misalnya dengan mencari lingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi lingkungan yang lama.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu, personal, fisik, dan sosial. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control, budaya, pengalaman, serta jenis kelamin dan usia. Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai atau tidak mempercayai bahwa keadaan yang ada didalam dirinyalah yang berpengaruh terjadap kehidupannya. Menurut Yusuf (1991), keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut.

Sikap yang tercermin dalam sikap yang agresif, kompetitif, dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman, 1975; Holahana, 1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin mitra yang dihadapi.

Faktor sosial menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakn cenderung dipengaruhi orang lain dalam lingkungannya dapat juga memperburuk keadaan.

Faktor fisik menurut Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan factor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah, dan suasana sekitar rumah. Altman (1975) dan Bell dkk (1978) menambahkan faktor situasional sebagai factor yang mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting (tipe rumah, tingkat kepadatan).

D. Pengaruh kesesakan terhadap perilaku
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positifpositif atau negatif tergantung situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.
Kebanyakan masalah kepadatan muncul karena terlalu banyaknya orang dalam suatu ruangan daripada masalah-masalah yang ditimbulkan karena terbatasnya ruang. Ditambahkan oleh Ancok (1989), perasaan sesak (crowding) di dalam rumah akan menimbulkan beberapa permasalahan antara lain :
a) Menurunnya frekuensi hubungan sex
b) Memburuknya interaksi suami istri
c) Memburuknya cara pengasuhan anak
d) Memburuknya hubungan dengan orang-orang di luar rumah
e) Meningkatnya ketegangan dan gangguan jiwa

Menurut hipotesis interaksi yang tidak diinginkan (the unwanted-interaction hypothesis), efek negatif dari kesesakan terjadi karena dalam situasi sesak kita menemui lebih banyak menemui interaksi dengan orang lain daripada yang kita inginkan (Baum dan Valine dalam Watson dkk, 1984). Menurut hipotesis interaksi yang tidak diinginkan (the unwanted-interaction hypothesis), efek negatif dari kesesakan terjadi karena dalam situasi sesak kita menemui lebih banyak menemui interaksi dengan orang lain daripada yang kita inginkan (Baum dan Valine dalam Watson dkk, 1984).

Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang dinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta seting kejadian. Situasi yang memberikan kesenangan dan kepuasan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukan music, pertandingan olah raga atau menghadiri reuni atau resepsi.


Sumber: Hendro Prabowo. 1991. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok. Penerbit Gundarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar